Hari Dokter Nasional

| Dilihat 12070 Kali

Hari Dokter Nasional
Hari Dokter Nasional

Identik dengan hari jadi Ikatan Dokter Indonesia (IDI), 24 Oktober didaulat menjadi Hari Dokter Nasional yang setiap tahunnya dirayakan oleh rekan-rekan dokter di Indonesia. Untuk merayakan Hari Dokter Nasional biasanya rekan-rekan dokter memperingatinya dengan mengadakan serangkaian kegiatan yang berhubungan dengan kesehatan dan kedokteran, seperti pengobatan gratis, senam sehat, konsultasi kesehatan gratis, dan berbagai jenis kegiatan lainnya.

Kata “dokter” sendiri diambil dari bahasa latin “docere” yang berarti “to lecture” atau mengajar. Dahulu, sebutan dokter digunakan sebagai gelar terhormat selama lebih dari 1000 tahun di Eropa. Istilah dokter dalam konteks medis ialah semua profesional medis yang sudah memiliki lisensi untuk praktik dalam seni penyembuhan penyakit.

Di Indonesia, tahun ini berarti sudah 67 kali momentum Hari Dokter Nasional di rayakan di tanah air. Berarti sudah sejak 1950 Hari Dokter Nasional dijadikan satu momentum penting dalam sejarah Indonesia khususnya sejarah Ikatan Dokter Indonesia itu sendiri.

Asal Usul Hari Dokter Nasional

Resmi terbentuk pada 1950, organisasi Ikatan Dokter Indonesia sejatinya telah lebih dulu lahir jauh sebelum diresmikan. Lahir pada tahun 1911, perkumpulan dokter di nusantara diberi nama Vereniging van Indische Artsen. Selama kurang lebih lima belas tahun berkiprah sebagai tenaga medis, pada tahun 1926, organisasi ini mengalami perubahan nama menjadi Vereniging Van Indonesische Genesjkundigen (VGI).

Tahun 1940, VIG mengadakan kongres di Solo. Kongres menugaskan Prof. Bahder Djohan untuk membina dan memikirkan istilah baru dalam dunia kedokteran. Tiga tahun berselang, pada masa pendudukan Jepang, VIG dibubarkan dan diganti menjadi Jawa izi Hooko-Kai.

Selanjutnya pada 30 Juli 1950, atas usul Dr. Seni Sastromidjojo, PB Perthabin (Persatuan Thabib Indonesia) & DP-PDI (Perkumpulan Dokter Indonesia) mengadakan satu pertemuan yang menghasilkan “Muktamar Dokter Warganegara Indonesia (PMDWNI)”, yang diketuai Dr. Bahder Djohan. Puncaknya tanggal 22-25 September 1950, Muktamar I Ikatan Dokter Indonesia (MIDI) digelar di Deca Park yg kemudian diresmikan pada bulan Oktober. Dalam muktamar IDI itu, Dr. Sarwono Prawirohardjo terpilih menjadi Ketua Umum IDI pertama.

Profesi Dokter Sebagai Bagian Sejarah Perjuangan Bangsa

Sejarah perjalanan dokter memang sangat panjang, begitupun juga ketika berbicara tentang sumbangsih dokter di Indonesia. Jauh sebelum organisasi IDI terbentuk, dokter-dokter di tanah air sudah mencatatkan dirinya sebagai salah satu pejuang kemanusiaan. Nama-nama besar seperti dr. Sutomo, Wahidin Sudirohusodo, Tjipto Mangoenkoesomo, dan nama-nama dokter lainnya tercatat dalam sejarah tak hanya memerangi penyakit namun juga memerangi penjajahan di Indonesia oleh kolonialisme.

Jika berkaca pada zaman perjuangan kemerdekaan, momentum profesi dokter di Indonesia pertama kali lahir lewat keputusan Gubernemen No. 22 tentang penyelenggaraan pendidikan kedokteran di Indonesia (Nederlandsch Indie) pada tanggal 2 Januari 1849.

Didirikannya sekolah pendidikan dokter di Indonesia tidak lain karena Pemerintah Hindia Belanda yang saat itu kewalahan melawan wabah malaria. Sebanyak 12 orang siswa diluluskan dan diberi gelar ‘Dokter Djawa’ setelah menempuh pendidikan selama dua tahun. Meski diberi gelar dokter, lulusan-lulusan dokter hanya dipekerjakan sebagai ‘mantri cacar’.

Lewat perjalanan yang panjang, barulah pada tahun 1898, sekolah pendidikan dokter yang sebenarnya didirikan dengan nama STOVIA. Dari sinilah mulai terlahir dokter-dokter pejuang kemerdekaan.

Salah satunya ialah dr. Sutomo, ia bersama Gunawan Mangunkusumo, Cipto Mangunkusumo dan R.T Ario Tirtokusumo mendirikan Boedi Oetomo.

Para pendiri Boedi Oetomo merasa bahwa untuk bisa lebih maju, maka bidang yang harus menjadi perhatian utama adalah pendidikan dan pengajaran. Organisasi ini punya motif sebagai sebuah organisasi modern yaitu punya pemimpin, ideologi dan anggota yang jelas. Motif itu diikuti oleh banyak organisasi lain yang membawa pengaruh kepada perubahan sosial politik.

Selanjutnya adalah dr. Cipto Mangunkusumo, Douwes Dekker, dan Suwardi Suryaningrat. Tiga tokoh intelek pendiri Indische Partij. Pendirian partai ini bertujuan untuk mempersiapkan kehidupan bangsa Indonesia yang merdeka. Mengusung semboyan Hindia for Hindia, yang berarti Indonesia hanya diperuntukkan bagi orang-orang yang menetap dan bertempat tinggal di Indonesia tanpa terkecuali dan tanpa memandang apapun jenis bangsanya. (Hindia adalah sebutan Indonesia pada masa pergerakan nasional)