Dehidrasi: Bukan Sekadar Rasa Haus, Fatal Jika Disepelekan

| Dilihat 12209 Kali

Dehidrasi: Bukan Sekadar Rasa Haus, Fatal Jika Disepelekan
Dehidrasi: Bukan Sekadar Rasa Haus, Fatal Jika Disepelekan

Dehidrasi atau kekurangan cairan tubuh memang identik dengan cuaca panas dan aktivitas berat, namun tahukah, cuaca sejuk bisa juga berisiko sebabkan dehidrasi.

Sering kali dikaitkan dengan cuaca, dehidrasi tak jarang mengancam bahkan ketika seseorang tengah berada di suasana sejuk dan tanpa aktivitas berat. Bekerja di ruang AC misalnya. Udara yang sejuk cenderung membuat seseorang mengabaikan kebutuhan cairan, enggan untuk minum, sehingga tanpa disadari ia akan mengalami dehidrasi.

Kondisi tersebut memang jarang sekali berakibat fatal. Namun, bukan berarti dehidrasi boleh disepelekan. Tubuh kita sangat bergantung pada asupan cairan agar dapat berfungsi secara optimal. Tak hanya untuk menghilangkan rasa haus, cairan dalam tubuh juga berfungsi sebagai pengatur suhu, pembentuk sel, pelarut, media transportasi, media eliminasi toksin, pelumas dan bantalan.

Dehidrasi ringan tanpa kita sadari sering kita alami dalam keseharian, hanya saja dehidrasi tersebut untungnya belum digolongkan sebagai masalah kesehatan serius dan dapat ditangani dengan meminum segelas air dingin dan konsumsi beberapa potong buah yang mengandung banyak cairan.

Apa jadinya jika tubuh dehidrasi hebat?

Namun apa jadinya jika tubuh terserang dehidrasi hebat sehingga menyebabkan tubuh mengalami malfungsi. Kondisi seperti ini, seseorang tak perlu lari marathon untuk mengalami malfungsi pada tubuh, cukup menghabiskan beberapa jam di luar ruangan saja sudah dapat berakibat fatal.

Untuk itu, kekurangan cairan perlu diwaspadai, ketahui hal-hal apa saja yang menandakan tubuh kekurangan cairan, selain rasa haus.

– Sulit mengontrol suhu tubuh

Setiap gerakan pada aktivitas kita menghasilkan panas dalam tubuh, jika mekanisme tubuh kita normal, maka panas dalam tubuh dapat dikeluarkan lewat proses berkeringat.

Saat tubuh mengalami dehidrasi, salah satu mekanisme yang terganggu adalah proses berkeringat. Jika sudah demikian, panas akan terperangkap dalam tubuh sehingga membuat suhu inti dalam tubuh naik. Kondisi ini membuat tubuh berisiko mengalami heat stroke (serangan panas) yang tak jarang berakibat fatal. 

– Berhenti berkeringat

Kekurangan cairan sangat memungkinkan tubuh kita menghentikan beberapa proses alamiahnya secara selektif. dua kondisi yang sangat sering terjadi saat tubuh menjadi selektif terhadap proses alamiah tubuh adalah pada proses berkeringat dan memompa darah ke otot.

Saat seseorang berolahraga lalu mendadak wajah berubah pucat bisa menjadi sinyal tubuh sedang menghentikan pembuluh darah pada wajah. Meski kejadian tersebut jarang ditemui, namun apabila kita kekurangan cairan saat berolahraga, sangat mungkin kita tak berkeringat meski tengah melakukan aktivitas fisik berat.

– Jantung bekerja lebih keras

Sekitar 60 persen dari tubuh seseorang merupakan cairan, tempat penampungan terbesarnya adalah dalam darah. Saat dehidrasi, volume darah akan menurun tapi jantung tetap memompa jumlah yang sama ke seluruh tubuh untuk menghasilkan efek pendingan dan mendistribusikan nutrisi ke otot.Penurunan volume darah tersebut akan membuat jantung bekerja lebih keras. Hal ini sangat berisiko tubuh mengalami serangan panas. Untuk menjaga tekanan darah tetap stabil saat volume darah berkurang, pembuluh darah juga akan mengerut. Ini sebabnya saat dehidrasi kita cenderung akan merasa pusing.

Kelompok yang rentan terserang dehidrasi

Dilansir dari situs Mayo, kelompok manusia yang rentan mengalamai dehidrasi seringkali ditemui pada bayi, anak-anak, orang tua, individu dengan riwayat penyakit kronis, dan pada mereka dengan aktivitas kerja berat.

Pada bayi dan anak-anak, kelompok ini menjadi rentan terserang dehidrasi karena belum mampu menginformasikan rasa haus secara verbal.

Sedang pada orang tua, risiko dehidrasi besar karena memang cadangan cairan dalam tubuh semakin sedikit seiring bertambahnya usia. Kondisi ini akan semakin parah dengan adanya masalah mobilitas yang membatasi kemampuan mendapatkan asupan cairan dalam tubuh.

Kebutuhan cairan pada tubuh

Menurut buku  Pedoman Gizi Seimbang 2014, kebutuhan cairan berbeda-beda pada umur masing-masing individu. Pada rentang usia 0-12 tahun tubuh memerlukan cairan sebanyak 1800mL, menginjak usia 13-15 tahun jumlah cairan yang dibutuhkan meningkat sebanyak 200mL, kemudian pada usia 16-18 tahun tubuh membutuhkan 2100mL, sedangkan pada rentang usia 19-50 tahun tubuh memerlukan cairan minimal 2300mL.

Namun, kebutuhan cairan akan menyusut ketika manusia menginjak umur 65-80 tahun: cukup 1600 mL cairan. Tambah menyusut lagi menjadi 1500 mL saat usia berada di atas 80 tahun.

Berbeda pula kebutuhan cairan pada wanita hamil. Bagi wanita hamil, kebutuhan cairan tubuh dilihat saat ia berada pada trimester 1-3. Di sini cairan yang ia butuhkan bertambah—menyesuaikan dengan kebutuhan sesuai usianya—sebanyak 300mL. Lalu, bagi ibu menyusui pada 6 bulan pertama asupan cairan ditambah sebanyak 800mL. Sementara pada ibu menyusui 6 bulan berikutnya cukup menambah cairan sebanyak 650mL.

Jika takaran-takaran di atas sangat membingungkan, ahli gizi, dr. Diana Sunardi, M.Gizi menyarankan solusi yang lebih mudah, yakni: minum 8-11 gelas air setiap harinya.