Perubahan Pola Hidup Menyebabkan Peningkatan Kasus Penyakit Jantung
Data Sample Registration System (SRS) 2014 menyatakan penyakit jantung menduduki peringkat kedua tertinggi setelah stroke untuk tingkat kematian terbanyak. Dr. Cut Putri Arianie, MH.Kes selaku Direktur Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Tidak Menular mengatakan berdasarkan Riskesdas tahun 2016, Jika penyakit jantung 0,5% dari jumlah penduduk Indonesia, sedangkan Riskesdas tahun 2018 terdapat 1,5%.
Hal tersebut dilatarbelakangi oleh banyak perubahan transisi di masyarakat sehingga mendorong perubahan jumlah penderita sakit jantung. Perubahan tersebut berupa perubahan Tren dari penyakit menular menjadi penyakit tidak menular, perubahan usia harapan hidup manusia yang semakin panjang.
Perubahan Teknologi juga dapat memicu bertambahnya jumlah penderita sakita jantung. Contohnya, keberadaan transportasi online yang menyediakan layanan pemesanan makanan. Perubahan ini berpengaruh pada peningkatan jumlah penderita sakit jantung serta dipengaruhi oleh perubahan perilaku dan gaya hidup seseorang.
Dr. Cut juga menyampaikan jika penyakit jantung bisa kita cegah saat berada di faktor risiko dengan mengubah perilaku. Faktor risiko ini berupa merokok, kurang aktivitas fisik, tidak mengonsumsi makanan yang mengandung gula, garam, lemak berlebihan, kemudian ada juga faktor generik untuk penyakit jantung.
Lalu, untuk mengurangi jumlah perokok, Kementerian Kesehatan RI telah menerapkan aturan adanya Kawasan Tanpa Rokok (KTR). Pemerintah daerah juga didorong untuk menerapkan aturan tersebut secara lebih optimal di tujuh tatanan, antara lain :
- KTR di Fasilitas Layanan Kesehatan
- KTR di Tempat Kerja
- KTR di Tempat Belajar Mengajar
- KTR di Tempat Bermain Anak
- KTR di Fasilitas Umum
- KTR di Angkutan Umum
- KTR di Tempat Ibadah
Selain itu, Dr. Cut mengingatkan masyarakat untuk menerapkan Germas yang diantaranya Aktivitas Fisik, Makan buah dan sayur, cek kesehatan secara berkala dan diet seimbang.