Bersahabat Dengan Lupus Lewat Pola Hidup Sehat

| Dilihat 6771 Kali

Bersahabat Dengan Lupus Lewat Pola Hidup Sehat
Bersahabat Dengan Lupus Lewat Pola Hidup Sehat

Tiap tahunnya, kasus baru lupus di dunia rata-rata bertambah 100 ribu. Ini menjadi peringatan buat kita agar selalu mewaspadai penyakit autoimun ini. Apalagi jika kita adalah perempuan aktif di usia produktif, 15-45 tahun. Ini adalah kelompok rentan karena berisiko paling tinggi mengidap penyakit mematikan ini. Sekitar 90 persen pasien yang terdiagnosa mengidap lupus adalah perempuan.

Di Indonesia sendiri, meski belum ada data yang akurat, diperkirakan 400 ribu orang hidup dengan lupus (odapus atau orang dengan lupus). Pada penderita lupus, sistem kekebalan tubuh mereka yang seharusnya melindungi tubuh dari penyakit, justru menyerang sel-sel sehat, jaringan, atau organ tubuhnya sendiri.

Odapus di Indonesia menghadapi tantangan berat, yakni mahalnya harga obat. Hal ini amat membebani penderita lupus karena biasanya obat-obatan ini dikonsumsi dalam jangka waktu panjang. Obat-obatan bagi penderita lupus yang masih dikategorikan sebagai off-label pun belum masuk ke dalam skema penjaminan BPJS Kesehatan.

Pengobatan lupus yang banyak dipakai di Indonesia hingga kini adalah memanfaatkan obat steroid sebagai antiradang dan penekan sistem imun. Banyak efek samping yang timbul sebagai dampak pengobatan jangka panjang, misalnya osteoporosis, nyeri ulu hati, gangguan siklus haid, mudah terinfeksi, pengumpulan cairan yang meningkatkan risiko hipertensi, katarak dan glukoma, garis-garis pada kulit (striae), jerawat, penumpukan lemak di punuk, perut, dan panggul, peningkatan berat badan, wajah membulat (moonface), jantung berdebar, serta sulit tidur. Namun tak semua odapus mengalami efek samping tersebut.

Berbagai efek samping ini menuntut odapus untuk selalu menjalani pola hidup sehat. Mengonsumsi makanan sehat dengan gizi seimbang, serta menghindari lemak berlebih, membantu odapus memperkecil risiko diabetes, hipertensi, dan meningkatnya kadar kolesterol. Sementara waktu tidur yang cukup dapat menghindarkan dari flare up. Odapus juga perlu rutin berolahraga ringan untuk mengurangi kekakuan otot dan melancarkan pergerakan sendi, serta memperkuat otot dan ligamen, sehingga persendian lebih stabil. Olahraga juga menguatkan tulang dan mencegah osteoporosis.

Hingga kini, belum ada yang mengetahui pasti penyebab lupus, sehingga tak ada cara untuk mencegahnya. Namun mengenali gejala-gejalanya akan sangat membantu penderita mendapatkan penanganan yang cepat dan tepat. Lembaga nirlaba yang berfokus pada pendampingan odapus, Syamsi Dhuha Foundation, mengenalkan istilah “SALURI” atau periksa lupus sendiri yang membantu masyarakat mengidentifikasi gejala-gejala lupus, yaitu:

  1. Menderita demam lebih dari 38o C dengan penyebab yang tak jelas.
  2. Merasa lelah dan lemah berlebihan.
  3. Sensitif terhadap sinar matahari.
  4. Rambut rontok.
  5. Terdapat ruam kemerahan berbentuk kupu-kupu di wajah, sayapnya melintang dari pipi ke pipi.
  6. Terdapat ruam kemerahan di kulit.
  7. Sariawan yang tak kunjung sembuh, terutama di atap rongga mulut.
  8. Nyeri dan bengkak pada persendian, terutama di lengan dan tungkai, menyerang lebih dari dua sendi dalam jangka waktu lama.
  9. Ujung jari-jari tangan dan kaki menjadi pucat hingga kebiruan saat udara dingin.
  10. Nyeri dada, terutama saat berbaring dan menarik napas.
  11. Kejang atau kelainan saraf lainnya.

Jika mengalami empat atau lebih dari gejala tadi, segeralah berkonsultasi dengan dokter. Lebih baik lagi dengan dokter pemerhati lupus. Semakin cepat terdiagnosa dan ditangani dokter, odapus dapat terhindar dari risiko perjalanan penyakit yang semakin berat, bahkan kematian. (*)