Mencegah Thalassaemia Lewat Screening
Penyakit thalassaemia memang tidak populer di masyarakat kita, padahal penyakit ini mematikan dan belum ada obatnya. Karena tak populer, banyak orang yang tidak menyadari dirinya atau anggota keluarganya mengidap thalassaemia. Mereka baru tersadar ketika dampak penyakitnya dirasakan semakin serius.
Indonesia masuk dalam kelompok negara berisiko tinggi thalassaemia. Data resmi terakhir thalassaemia di Indonesia menunjukkan jumlah penderitanya sudah lebih dari 6 ribu orang. Angka ini terus meningkat setiap tahun. Prevalensi thalassaemia bawaan di negara kita 3-8 persen. Jika persentasenya 5 persen saja, diperkirakan sekitar 3 ribu bayi penderita thalassaemia lahir di Indonesia tiap tahun.
Thalassaemia merupakan penyakit kelainan genetik yang mengganggu produksi haemoglobin. Akibatnya sel darah merah menjadi mudah rusak atau berumur lebih pendek dari rata-rata. Sel darah normal umumnya mencapai umur 120 hari, sementara sel darah merah penderita thalassaemia hanya 23 hari. Ini menyebabkan penderita thalassaemia mengalami anemia.
Lebih parah lagi, penderita thalassaemia mayor harus menggantungkan hidupnya pada transfusi darah seumur-umur. Thalassaemia mayor terjadi jika kedua orang tua mempunyai pembawa sifat thalassaemia. Biaya transfusi darah tentu saja tidak murah. Dalam satu bulan, penderita thalassaemia mayor rata-rata harus mengeluarkan biaya Rp 7-10 juta untuk pengobatannya.
Sebetulnya, ada jalan untuk mencegah bertambahnya jumlah penderita thalassaemia baru, yakni lewat screening darah. Pemerintah di sejumlah negara, seperti Italia dan Yunani, bahkan telah menjadikan screening ini sebagai syarat wajib untuk menikah.
Jika salah satu atau kedua pasangan terdeteksi membawa sifat thalassaemia, sebaiknya mereka tidak menikah untuk memutus rantai penyebaran thalassaemia Namun jika tetap menikah dan sang istri kemudian hamil, kehamilannya perlu diperiksa pada usia 12-14 minggu. Jika janin yang dikandung ternyata sakit atau memiliki sifat pembawa, keputusan diserahkan kepada orang tuanya, apakah tetap akan dipertahankan atau tidak.
Di Indonesia sendiri, meski belum diwajibkan pemerintah, screening ini mulai digalakkan, terutama pada peringatan Hari Thalassaemia Sedunia yang jatuh tiap 8 Mei. Pada peringatan tahun lalu misalnya, sekitar 150 anak suspect thalassaemia di Aceh mendapat screening darah. Aceh merupakan provinsi dengan prevalensi thalassaemia tertinggi di Indonesia, diikuti oleh DKI Jakarta, Sumatera Selatan, Sumatera Utara, Kepulauan Riau, dan Gorontalo. (*)